Senin, 16 Maret 2009

WALIMAH : JANGAN MEMBERATKAN DIRI

Salah satu kewajiban orang tua adalah menikahkan anak perempuannya. Dalam budaya masyarakat Indonesia, menikahkan identik dengan walimahan (walimatul ursy) atau pesta makan-makan. Orang jawa menyebutnya ’duwe gawe mantu’.
Dalam perkara ini, kebanyakan orang justru lebih melihat sisi ornamentalnya daripada aspek substansialnya. Kita bisa melihat apa yang dipersiapkan orang-orang pada umumnya jika akan menikahkan anaknya. Seringkali mereka justru mementingkan atau memikirkan pesta yang bakal digelar hingga sedetail-detailnya atau melebihi dari substansi yaitu akad nikah itu sendiri. Sampai-sampai mereka hutang ke sana ke mari guna menggelar acara resepsi agar meninggalkan kesan meriah. Dalam membayar hutangnya nanti, biasanya yang empunya gawe berharap dari sumbangan yang diterima.

Yang demikian itu merupakan pola hidup yang salah. Jika mengacu pada ajaran Islam, walimahan merupakan bentuk rasa syukur atas terbentuknya sebuah keluarga baru. Sebab itu, adanya walimahan tidak serta merta memberatkan diri dan juga merepotkan orang banyak lantaran harus menyumbang. Tidak memberatkan diri artinya bahwa jika kita ingin menggelar pesta, mampunya hanya mengundang orang sepuluh ya jangan mengundang seribu orang. Apalagi jika harus hutang dan berharap pada sumbangan untuk membayar hutang tersebut.
Hal ini dapat membuat hidup tidak tenang dan diliputi rasa was-was. Bisa-bisa karena sumbangan tidak cukup untuk membayar hutang, harta seperti tanah maupun barang lain akan habis dijual yang pada gilirannya akan memunculkan kesulitan hidup lebih parah lagi. Di saat mempelai tengah bersenang-senang, orang tua pengantin merasa kesusahan memikirkan hutang.
Oleh karena itu Islam mengajarkan jika dalam walimatul ursy mampunya memberikan buah kurma, itu yang kita suguhkan pada tamu atau orang yang kita undang. Bukan lantas mencari dengan cara berhutang untuk sebuah paket bernama USSDEK (unjukan, snack, sup, dhahar, es, kondur). Islam hadir untuk memudahkan urusan. Jika kita ikut kebanyakan orang, akan menyusahkan diri kita sendiri. Padahal orang memberi ulem kecenderungannya tidak hanya yang tersurat juga, tetapi juga yang tersirat. Hal ini yang dalam Islam seharusnya tidak boleh dibudayakan. Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Kesimpulannya, menikahkan adalah wajib, walimahan hanya bentuk rasa syukur dengan memberi makan orang lain tetapi jangan memberatkan diri sendiri dan orang lain.
sumber : http://www.duadunia.net/

Read More...

SUSAHNYA NEMU DUIT

Dalam hidup ini, terkadang kita kerap dihadapkan pada masalah menemukan barang orang lain, padahal kita sendiri juga berkeinginan untuk memilikinya. Jangan dikira “nemu” barang atau uang milik orang lain itu enak. Justru menjadi orang yang nemu itu akan menyusahkan kita. Makanya jangan senang menemukan barang atau uang milik orang lain. Jangan dikira itu menguntungkan kita. Namun akan menjadikan beban kita makin bertambah.

Maka dari itu, jika kita memang menemukan barang yang menjadi milik orang lain, berarti kita berada dalam ujian. Lantas bagaimana sikap kita? Yang pertama, umumkan penemuan itu pada orang lain baik secara lisan maupun dengan menempel pengumuman kehilangan. Contohnya: telah ditemukan sejumlah uang, bagi yang merasa kehilangan dapat menghubungi xxxx atau nomor yyyy. Jangan sebutkan jumlah nominal penemuan uang itu! Nah jika nanti ada yang merespon dan menanyakan, maka kita bisa menanyakan kembali pada yang bersangkutan. ”Lha berapa jumlah uangmu yang hilang? Kapan dan dimana uangmu itu hilang? Berujud kertas atau logamkah? Yang ribuan berapa? Yang ratusan berapa?” dan sebagainya.

Tetapi jika sudah diumumkan dan tidak ada yang mengaku kehilangan, maka harta tersebut tidak boleh menjadi harta pribadi dan harus dipergunakan untuk kepentingan umum, misal biaya operasional perawatan masjid atau sejenisnya.

Dengan demikian, kita mengetahui bahwa ”nemu” bukan lantas kita menjadi orang yang beruntung mendapat rezeki, melainkan menjadi pekerjaan bertambah sibuk. Apalagi jika kita menemukan uang lantas hati kita berkata ”wah ini dapat rezeki dari Allah berkat amalan baikku selama ini...” tidaklah demikian semestinya. ”Nemu” itu justru menyusahkan kita. Maka jangan senang menjadi orang yang ”nemu”.

Semoga hal nemu-nemukan ini dapat menjadikan kita paham sehingga menjadi orang yang tidak gemar ”nemu” barang milik orang lain. Akan tetapi jika kita menjadi penemu dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, itu justru bagus. Janganlah maju dalam hal kemusyrikan, tetapi majulah dalam bidang teknologi. Temukanlah teknologi yang dapat mempermudah untuk kemaslahatan umat. Insya Allah akan menjadi orang yang beruntung.
http://www.duadunia.net/


Read More...

GUYONAN MEMBAWA SENGSARA

Alloh yang maha bijaksana telah memberikan kenikmatan besar kepada kita yaitu lisan. Kalau dicermati nikmat ini sungguh ajaib, sebab dengan lisan ini orang bisa meraih sorga dan bisa tergelicir ke neraka.

”Barangsiapa yang bisa menjamin bagiku sesuatu yang ada diantara janggutnya (lisan) dan sesuatu yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) maka aku jamin ia dengan sorga” (H.R. Bukhori)


”Sesungguhnya ada seorang hamba yang mengucapkan sesuatu tanpa memikirkannya (lebih dulu), yang dengan sebab itu ia tergelincir ke dalam neraka yang kedalamannya lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat” (H.R. Bukhori Muslim)

Lisan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Islam. Melalui lisan orang yang awalnya kafir bisa menjadi muslim dengan mengucap dua kalimat syahadah. Melalui lisan pula orang yang awalnya muslim bisa menjadi kafir, salah satunya yaitu ketika lisan digunakan untuk mengolok-olok Alloh, ayat-ayat-Nya dan rosul-Nya serta agama Islam secara umum. Agama sebagai bahan olok-olokan merupakan salah satu bentuk kekafiran walaupun semata-mata hanya dilakukan dalam rangka bercanda.

Dalam suatu riwayat disebutkan saat perjalanan perang Tabuk, ada didalam rombongan orang yang berkata ”kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Quran ini (yaitu Rosululloh SAW dan para sahabat), kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala bertemu dengan musuh”. Mendengar hal itu, Auf bin Malik RA berkata ”Engkau dusta, kamu ini munafik. Akan aku laporkan ucapanmu ini kepada Rosululloh SAW”. Maka Auf bin Malik pun pergi menghadap Rosululloh. Namun sebelum Auf sampai, telah turun wahyu tentang peristiwa itu, yaitu QS. At-Taubah ayat 65-66.

Kemudian orang yang bercanda tadi mendatangi Rosululloh SAW yang saat itu sudah berada di atas untanya. Orang tadi berkata ”Wahai Rosululloh, kami tadi hanyalah bersendau gurau, kami melakukan itu hanyalah untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalanan sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam perjalanan”.

Ibnu Umar (salah seorang sahabat yang ikut dalam rombongan itu) bercerita, ”sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rosululloh sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan, ”Kami tadi hanyalah bersensau gurau dan bermain-main saja”.

Kemudian Rosululloh SAW berkata kepadanya (dengan membacakan firman Alloh), ”Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rosul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman” (At-Taubah:65-66). Beliau mengucapkan itu tanpa berpaling kepada orang tersebut dan beliau juga tidak bersabda lebih dari itu.” (H.R. Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang hasan)
sumber : http://www.duadunia.net/
Read More...

WASPADALAH TERHADAP LUBANG BIAWAK

Sudah jelas dalam agama kita, yang perlu diikuti adalah petunjuk Allah dan Rosululloh, bukan pengikut kata pak guru atau siapapun. Jika kita berpegang pada tuntunan Islam, niscaya tidak akan tersesat.

Nabi pernah mengatakan bahwa beliau tidak mewariskan apapun kepada umatnya kecuali dua perkara. Barangsiapa berpegang teguh pada dua perkara itu, maka akan selamatlah dia, yakni Al-Quran dan sunnah Nabi atau biasa disebut hadist. Tetapi bagi yang tidak berpegang pada dua perkara itu, maka hidupnya akan tersesat dan diakhirat nanti tempatnya adalah neraka.


Saat ini banyak sekali orang Islam yang telah melenceng dari ajaran agama Islam yang sebenarnya. Bahkan tak sedikit yang mulai ikut-ikutan budaya kaum Yahudi na nasrani dalam melakukan suatu perbuatan, misalnya berjabat tangan atau berciuman dengan lawan jenis seperti dalam tayangan-tayangan televisi yang dipertontonkan untuk masyarakat itu.

Contoh lain yaitu dalam merayakan hari kelahiran atau ulang tahun dan valentine. Kemudian juga dalam hal berbusana yang kelihatan auratnya, itu semua termasuk mengikuti kaum kafir. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menjerumuskan umat Islam agar jauh dari ajaran yang sebenarnya.

Orang Islam yang ikut-ikutan mereka itu sedang terperangkap dalam lubang biawak, artinya bahwa kaum yahudi dan nasrani telah membuat lubang jebakan berupa budaya yang mereka ciptakan sebagai perangkap kaum muslimin agar jauh dari ajaran Islam. Dengan mengikuti budaya yang mereka ciptakan itu berarti kita telah masuk perangkapnya yahudi dan nasrani atau pendeknya masuk lubang biawak.

Oleh karena itu, kita harus waspada dengan budaya yang bertentangan dengan ajaran agama Islam sebagaimana salaman atau berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahrom meski tidak disertai dengan rasa tertarik secara seksual. Padahal yang merasakan tertarik atau tidaknya adalah hati orang yang bersangkutan, jadi orang lain tidak mengetahuinya.

Marilah kita, kaum muslimin untuk mewaspadai lubang biawak tadi. Dalam firman-Nya, Alloh juga telah berfirman bahwa mereka tidak akan ridho kepada kita sebelum kita mengikuti agama mereka. Karena itu waspadalah akan lubang biawak yang bisa hadir melalui tayangan televisi dan tanpa terasa kita ikuti. Islam mengajarkan kebaikan, apa yang baik serta diperintahkan menurut Islam adalah baik untuk manusia. Dan apa yang dilarang agama atau tidak baik menurut agama, maka buruklah itu untuk manusia.
sumber : http://www.duadunia.net/


Read More...

Senin, 02 Maret 2009

SHOLAT SUNNAH

Dalil adanya shalat sunnah 
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwasanya ada seorang Arab gunung yang rambutnya acak-acakan datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, shalat apa yang difardlukan oleh Allah kepadaku ?”. Jawab Rasulullah SAW, “Shalat lima waktu, kecuali kalau engkau mau shalat sunnah”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 225]
Keterangan :
Selain shalat yang lima waktu [Shubuh, Dhuhur, 'Ashar, Maghrib dan 'Isyak], adalah shalat sunnah/tathawwu'.


Sebaiknya dikerjakan di rumah
Nabi SAW bersabda :
Shalatlah wahai manusia di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baik shalat itu ialah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat fardlu. [HSR. Bukhari 2 juz 1, hal. 178]

Boleh dikerjakan dengan berdiri, duduk maupun berbaring :
Dari 'Imron bin Hushain, Nabi SAW bersabda :
Jika (orang) shalat dengan berdiri, itu adalah yang paling baik/sempurna dan barangsiapa yang shalat dengan duduk, maka baginya setengah dari pahala yang berdiri, dan barangsiapa shalat dengan tiduran maka baginya setengah dari pahala yang duduk". [HSR. Bukhari juz 2, hal. 40]
Keterangan :
Shalat-shalat yang dimaksud dalam hadits ini adalah Shalat Sunnah, bukan shalat wajib,karena shalat wajib tidak boleh dikerjakan dengan duduk atau
berbaring/tiduran kecuali ada sebab/’udzur yang dibenarkan oleh agama.
Sabda Nabi SAW :
Shalatlah dengan berdiri, jika tidak dapat maka shalatlah dengan duduk dan kalau tidak dapat, maka shalatlah dengan berbaring. [HR. Bukhari juz 2, hal. 41]
Shalat-shalat sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW A.

A. Shalat sunnah rawatib yang muakkadah
Shalat sunnah rowatib ialah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum (qobliyah) atau sesudah (ba'diyah) shalat lima waktu. Sedang yang dimaksud Muakkadah ialah yang sangat ditekankan atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Shalat-shalat tersebut adalah :
1. Dua atau empat raka’at sebelum shalat Dhuhur
2. Dua raka’at sesudah shalat Dhuhur
3. Dua raka’at sesudah shalat Maghrib
4. Dua raka’at sesudah shalat 'Isya
5. Dua raka’at sebelum shalat Shubuh.

Dalil-dalil Pelaksanaannya :

Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Saya hafal (ingat dengan betul) dari Nabi SAW sepuluh raka’at shalat sunnah; dua raka’at sebelum shalat Dhuhur dan dua raka’at sesudahnya, dan dua raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau dan dua raka’at sesudah 'Isya di rumah pula dan juga dua raka’at sebelum shalat Shubuh’”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]

Dari 'Aisyah RA bahwa Nabi SAW tidak meninggalkan empat raka’at sebelum shalat Dhuhur dan dua raka’at sebelum Shubuh. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Tidak ada Nabi SAW memperhatikan shalatshalat
Sunnah lebih dari pada dua raka’at Fajar”. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 52]

Dari Hafshah, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila terbit Fajar, beliau tidak shalat melainkan dua raka’at yang ringan”. [HR Muslim juz 1, hal. 500]

Keutamaan shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah fajar
Dari Ummu Habibah istri Nabi SAW, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiada orang Muslim yang setiap hari shalat Sunnah dua belas raka’at karena Allah, melainkan Allah akan membuatkan baginya rumah di surga atau dibuatkan rumah baginya di surga”. [HR. Muslim juz 1, hal. 503]

Dari Aisyah RA dari Nabi SAW beliau bersabda, “Dua raka’at Fajar itu lebih baik dari pada dunia seisinya”. [HR. Muslim juz 1, hal. 501] Dan masih banyak lagi hadits-hadits dan riwayat-riwayat lain yang semakna.

B. Shalat sunnah rawatib yang tidak muakkadah

1. Dua raka’at sebelum shalat Maghrib :

Dari Abdullah (bin Mughoffal) Al Muzaniy, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Shalatlah Qabliyah Maghrib”. Dan beliau bersabda yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau”. Karena beliau tidak suka orang menjadikannya suatu keharusan. [HSR. Bukhari juz 2, hal. 54]

Anas bin Malik berkata :
Dahulu di zaman Nabi SAW, kami shalat dua raka’at setelah matahari tenggelam sebelum shalat Maghrib”. Lalu aku (Mukhtar bin Fulful) bertanya kepadanya, “Apakah Rasulullah SAW melakukan shalat itu ?”. (Anas) menjawab, “Beliau melihat kami melakukan shalat itu, dan beliau tidak menyuruh kami dan tidak pula melarang". [HR. Muslim juz 1, hal. 573]

2. Dua raka’at sesudah (Ba'diyah) Dhuhur :

Dari ‘Anbasah bin Abu Sufyan, ia berkata, aku mendengar saudara perempuanku Ummu Habibah istri Nabi SAW, berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa tetap mengerjakan empat raka’at sebelum Dhuhur dan empat raka’at sesudah Dhuhur, niscaya Allah mengharamkan dia masuk neraka”. [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 269]

Keterangan :
Shalat sunnah sesudah Dhuhur (Ba'diyah Dhuhur) itu empat raka’at, dua raka’at Muakkadah dan dua raka’at yang lain tidak Muakkadah.

3. Shalat sunnah sebelum ‘Ashar

Dari ‘Ali AS, bahwasanya dahulu Nabi SAW shalat dua raka’at sebelum shalat ‘Ashar. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 23, no. 1272].

Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati orang yang mengerjakan shalat sunnah empat raka’at sebelum ‘Ashar”. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan Ibnu Khuzaimah, dan ia menshahihkannya, dalam Bulughul Maram no. 382]

Keterangan :
Hadits tentang shalat sunnah qabliyah ‘Ashar empat raka’at ini ada ulama yang menganggap hasan atau mengesahkannya. Namun ada pula yang melemahkannya. Bahkan Ibnu Taimiyah menolaknya dengan keras dan menganggap hadits itu maudlu’, walloohu a’lam. [Zaadul Ma’aad juz 1, hal. 311]

4. Shalat sunnah sesudah ‘Ashar :

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Demi Allah, beliau tidak pernah meninggalkan shalat 2 raka’at sehingga beliau bertemu dengan Allah dan beliau tidak bertemu dengan Allah Ta’ala sehingga beliau terasa berat melakukan shalat. Dan beliau sering melakukan shalatnya dengan duduk, yakni shalat 2 raka’at sesudah ‘Ashar, dan Nabi SAW biasa mengerjakan shalat 2 raka’at sesudah ‘Ashar itu tidak di dalam masjid, karena takut akan memberatkan ummatnya dan beliau senang terhadap sesuatu yang membuat ringan bagi ummatnya”. [HR. Bukhari 1 : 146]

Dari Ummu Salamah RA, ia berkata : Nabi SAW pernah shalat dua raka’at sesudah ‘Ashar, lalu beliau bersabda, “Orang-orang dari suku ‘Abdul Qais telah menyibukkan aku dari shalat dua raka’at sesudah Dhuhur”. [HR. Bukhari 1 : 146]

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW melarang shalat ba’da ‘Ashar sehingga terbenam matahari, dan melarang shalat ba’da Shubuh sehingga terbit matahari. [HR. Muslim 1 : 566, Bukhari 1 : 146]

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Disisiku Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan (shalat) dua raka’at sesudah ‘Ashar”. [HR. Muslim 1 : 572, Bukhari 1 : 146]

Keterangan :

  1. Ibnu ‘Abbas, ‘Abdur Rahman bin Azhar dan Miswar bin Makhromah pernah menyuruh Kuraib (bekas budak Ibnu ‘Abbas) untuk datang kepada ‘Aisyah menanyakan tentang dua raka’at sesudah shalat ‘Ashar, karena mereka itu pernah mendengar bahwa Rasulullah SAW melarang untuk melakukannya. Setelah Kuraib datang kepada ‘Aisyah, kemudian ‘Aisyah mengarahkan supaya ia menanyakan kepada Ummu Salamah. Ummu Salamah menjawab, “Aku pernah mendengar Nabi SAW melarangnya, kemudian aku melihat beliau mengerjakannya. Kemudian aku menyuruh seorang jariyah untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi SAW”. Kemudian jawab Nabi SAW, “Tadi beberapa orang kaum ‘Abdul Qais datang kepadaku membicarakan tentang kaumnya yang
    masuk Islam, sehingga mereka menyibukkanku dari mengerjakan dua raka’at sesudah Dhuhur. Dan (dua raka’at) yang saya lakukan sesudah ‘Ashar ini adalah (gantinya) dua raka’at sesudah Dhuhur itu. [Ringkasan hadits riwayat Muslim 1 : 571]
  2. Aisyah berkata, “Disisiku Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah meninggalkan dua raka’at sesudah ‘Ashar”. [HR. Muslim juz 1, hal. 572, Bukhari juz 1, hal. 146]

Kesimpulan :

  1. Nabi SAW pernah melarang shalat sesudah shalat ‘Ashar.
  2. Nabi SAW mengerjakan dua raka’at sesudah ‘Ashar pada mulanya sebagai ganti dua raka’at sesudah Dhuhur yang tidak sempat beliau kerjakan, kemudian shalat dua raka’at sesudah ‘Ashar tersebut menjadi kebiasaan beliau yang tidak pernah beliau tinggalkan.

Dikutip dari berbagai sumber

Read More...

MEMANDIKAN JENAZAH SECARA ISLAM

Pengurusan Jenazah Tata Cara Islam


MEMANDIKAN JENAZAH.

Orang yang berhak memandikan jenazah.

  1. Jika mayyit telah mewasiatkan kepada seseorang untuk memandikannya, maka orang itulah yang berhak
  2. Jika mayyit tidak mewasiatkan, maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau anak laki-lakinya atau cucu-cucunya yang laki-laki (kalau mayatnya laki-laki, kalau perempuan maka dari jenis putri).
  3. Jika tidak ada yang mampu, keluarga mayyit boleh menunjuk orang yang amanah lagi terpercaya buat mengurusnya.
  4. Tempat memandikan mayyit harus tertutup baik dinding maupun atapnya.
  5. Dianjurkan agar yang memandikan jenazah memilih 2 orang dari keluarganya.

Perlengkapan bagi yang memandikan jenazah.

1) Cara menyediakan perasan daun bidara.

  1. 1 Gelas besar : 4 liter
  2. 8 lt + 2 gls air perasan daun bidara
  3. 12 lt + 3 gls air perasan daun bidara
  4. 16 lt + 4 gls air perasan daun bidara
  5. 20 lt + 5 gls air perasan daun bidara

2) Cara menyediakan air dan kapur barus.

Setiap 4 liter air dicampur dengan 2 potong kapur barus 1.

Persiapan sebelum memandikan jenazah.

  1. Menutup aurat simayyit dengan handuk besar mulai pusar sampai dengan lututnya (laki-laki dan perempuan sama).
  2. Melepas pakaian yang masih melekat ditubuhnya, Caranya :

Pakaian :

  1. Dimulai dari lengan sebelah kanan kearah kiri
  2. Selanjutnya dari lobang baju (krah) kebawah
  3. Setelah itu bagian depan ditarik dengan perlahan dari bawah handuk penutup auratnya. (ini kalau mayyit mengenakan gamis atau baju panjang, kalau hanya kemeja cukup buka kancingnya).

Celana :

  1. Digunting sisi sebelah kanan dari atas sampai kebawah lalu sebelah kiri

  2. Setelah itu bagian depan ditarik dengan perlahan dengan tetap menjaga handuk penutup.

Pakaian belakang mayyit :

  1. Tubuh mayyit dibalik ke sebelah kiri, pakaian digeser kekiri.

  2. Setelah itu dibalikkan lagi kekanan

  3. Menggunting kuku tangan dan kaki kalau panjang.

  4. Mencukur bulu ketiak, kalau tidak lebat dicabut saja.

  5. Merapikan kumis.

  6. Membersihkan hidung dan mulut serta menutupnya dengan kapas ketika dimandikan lalu dibuang setelah selesai

Memandikan jenazah.

  1. Bersihkan isi perut dengan tangan kiri yang telah terbalut
  2. Angkat sedikit tubuh mayyit, tekan perutnya perlahan-lahan sebanyak tiga kali hingga keluar, bersihkan kotoran itu dengan kain pembersih kemudian siram.
  3. Wudhukan jenazah.
    • Bacalah basmallah.
    • Cuci tapak tangan mayyit 3 X.
    • Bersihkan mulut dan hidungnya 3 X
    • Wajah dan tangan kanan lalu kiri sampai dengan siku.
    • Kepala dan kedua telinganya.
    • Kaki kanan kemudian kirinya.
  4. Cara menyiram air perasan daun bidara.
    • Siram kepala dan wajahnya dengan perasan dengan buihnya dulu.

    • Basuh tubuh bagian kanan dari pundak ketelapak kaki sebelah kanan terus kearak kiri.

    • Ulangi sekali lagi.

    • Menyiram dengan air kapur barus (caranya Idem).

    • Keringkan (usap) tubuh mayyit dari atas kebawah. Usahakan menggunakan handuk yang halus.

    • Rambut wanita dikepang menjadi tiga.
    • Wajib berwudhu bagi yang memandikan dan dianjurkan mandi setelah selesai.

MENGKAFANI JENAZAH

Ukuran kain kafan yang digunakan.

  1. Ukurlah lebar tubuh jenazah. Jika lebar tubuhnya 30 cm, maka lebar kain kafan yang disediakan adalah 90 cm. 1 : 3.
  2. Ukurlah tinggi tubuh jenazah.
  3. Jika tinggi tubuhnya 180 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 60 cm.
  4. Jika tinggi tubuhnya 150 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 50 cm.
  5. Jika tinggi tubuhnya 120 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 40 cm.
  6. Jika tinggi tubuhnya 90 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 30 cm.
  • Tambahan panjang kain kafan dimaksudkan agar mudah mengikat bagian atas kepalanya dan bagian bawahnya.

Tata cara mengkafani.

a) Jenazah laki-laki.

Jenazah laki-laki dibalut dengan tiga lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits.
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah yang putih bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau dibalut dengan 3 kain tersebut.

    1. Cara mempersiapkan tali pengikat kain kafan.
      • 1. Panjang tali pengikat disesuaikan dengan lebar tubuh dan ukuran kain kafan. Misalnya lebarnya 60 cm maka panjangnya 180 cm.
      • 2. Persiapkan sebanyak 7 tali pengikat. ( jumlah tali usahakan ganjil). Kemudian dipintal dan diletakkan dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah.
    2. Cara mempersiapkan kain kafan
      • helai kain diletakkan sama rata diatas tali pengikat yang sudah lebih dahulu , diletakkan diatas usungan jenazah, dengan menyisakan lebih panjang di bagian kepala.
    3. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.
      • Sediakan kain dengan panjang 100 cm dan lebar 25 cm ( untuk mayyit yang berukuran lebar 60 cm dan tinggi 180 cm), potonglah dari atas dan dari bawah sehingga bentuknya seperti popok bayi.
      • Kemudian letakkan diatas ketiga helai kain kafan tepat dibawah tempat duduk mayyit, letakkan pula potongan kapas diatasnya.
      • Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain kafan yang langsung melekat pada tubuh mayyit.
    4. Cara memakaikan kain penutup auratnya.
      • Pindahkan jenazah kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan wewangian atau sejenisnya. Bubuhi anggota-anggota sujud.

      • Sediakan kapas yang diberi wewangian dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak dan yang lainnya.

      • Letakkan kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup sebagaimana memopok bayi dimulai dari sebelah kanan dan ikatlah dengan baik.

    5. Cara membalut kain kafan :
      • Mulailah dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah kanan, balutlah dari kepala sampai kaki .

      • Demikian lakukan denngan lembaran kain kafan yang kedua dan yang ketiga.

    6. Cara mengikat tali-tali pengikat.
      • Mulailah dengan mengikat tali bagian atas kepala mayyit dan sisa kain bagian atas yang lebih itu dilipat kewajahnya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.

      • Kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan sisa kain kafan bagian bawah yang lebih itu dilipat kekakinya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.

      • Setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak yang sama rata. Perlu diperhatikan, mengikat tali tersebut jangan terlalu kencang dan usahakan ikatannya terletak disisi sebelah kiri tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.

Mengkafani jenazah wanita

Sama seperti jeazah pria hanya berbeda pada cara mengkafaninya. Jenazan wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain, sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan panjangnya 150 ditambah 50 cm.

Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala.

    1. Cara mempersiapkan baju kurungnya.
      • 1. Ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya, lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut.
      • 2. Lalu buatlah potongan kerah tepat ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya.
      • 3. Setelah dilipat dua, biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, dan letakkan baju kurung ini di atas kedua helai kain kafannya ).lebar baju kurung tersebut 90 cm.
    2. Cara mempersiapkan kain sarung.
      • Ukuran kain sarung adalah : lebar 90 cm dan panjang 150 cm. Kemudian kain sarung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurungnya.
    3. Cara mempersiapkan kerudung.
      • Ukuran kerudungnya adalah 90 cm x90 cm. Kemudian kerudung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurung.
    4. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.
      • Sediakan kain dengan panjang 90 cm dan lebar 25 cm.

      • Potonglah dari atas dan dari bawah seperti popok.

      • Kemudian letakkanlah diatas kain sarungnya tepat dibawah tempat duduknya, letakkan juga potongan kapas diatasnya.

      • Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain sarung serta baju kurungnya.

    5. Cara melipat kain kafan.
      • Sama seperti membungkus mayat laki-laki.
    6. Cara mengikat tali.
      • Sama sepert membungkus mayat laki-laki.

Catatan :

  1. Cara mengkafani anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah membalutnya dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau membalutnya dengan tiga helai kain.
  2. Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.

MENYOLATKAN JENAZAH.

Dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu bersabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam : Barangsiapa yang menghadiri penyelenggaraan jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka ia memperoleh pahala satu qiroth. Adapun yang menghadirinya sampai jenazah tersebut dikebumikan, maka ia memperoleh pahala dua qirath. Ditanyakan kepada beliau apakah dua qirath itu?. Beliau menjawab Seperti dua gunung besar. (H.R. Bukhori Muslim).

1. Tata cara menyolatkan jenazah.

  • Kepala jenazah berada disebelah kanan imam dengan menghadap kiblat.
  • Jika jenazah laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala jenazah, jika perempuan imam berdiri sejajar dengan pusar jenazah.
  • Kalau jenazah lebih dari satu dan berlainan jenis kelamin, maka posisinya sebagai berikut :
  • Barisan pertama dari imam adalah jenazah laki-laki, kemudian anak laki-laki kemudian jenazah wanita kemudian anak perempuan.

2. Sholat jenazah dilakukan dengan empat takbir, dan dianjurkan mengangkat tangan disetiap takbir.

  • Takbir pertama baca taawudz dan surat Al Fatihah.
  • Takbir kedua baca sholawat seperti yang dibaca dalam tasyahud.
  • “Ya Alloh, Ampunilah kami baik yang hidup maupun yang mati, yang hadir maupun yang tidak hadir, yang kecil maupun yang besar, yang laki-laki maupun yang perempuan, Engkau Maha Tahu tempat kami kembali dan tempat istirahat kami. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Alloh, Barang siapa yang Engkau hidupkan diantara kami, maka hidupkanlah diatas islam, dan barangsiapa yang Engkau wafatkan kami, maka wafatkanlah kami dalam keadaan diatas iman.
  • Takbir keempat membaca doa :
  • “ Ya Alloh, janganlah Engkau tahan pahala bagi kami, dan jangan Engkau timpakan musibah sepeninggalnya atas kami. Anugrahkanlah Ampunan Mu bagi kami dan baginya.
  • Kemudian salam kekanan dan kekiri. Kalau jenazah wanita maka gantilah kata “ Hu “ menjadi “ Ha “


MENGUBURKAN JENAZAH

1. Tata cara menggali kubur.

  • Untuk orang besar adalah panjang 200 cm, kedalaman 130 cm, lebar 75 cm, kedalaman lahat 55 cm, lebar lahat 50 cm, yang menjorok ke dalam dan keluar 25 cm.
  • Besar kecil ukuran kuburan tergantung jenazahnya (disesuaikan).

2. Tata cara menguburkannya.

Hendaklah dua-tiga orang turun keliang kubur, dan hendaklah orang yang kuat, lalu dua lagi diatas tepat di sisi kubur sebelah kiblat untuk membantu menurunkan jenazah. Ketika menurunkan hendaklah berdoa “ Bismillahi wa ‘ala millati rasulullah “ “ Dengan nama Alloh dan menurut sunnah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. “

Jenazah dibaringkan diatas tubuhnya sebelah kanan dalam posisi miring, dengan dihadapkan kearah kiblat, kenudian letakkan bantalan dari tanah atau potongan batu bata dibawah kepalanya, setelah itu buka tali pengikatnya dan singkaplah kain kafan yang menutupi wajahnya, kemudian lahat ditutup dengan batu atau cor-coran atau sejenisnya dan usahakan kalau bisa jangan yang mudah terbakar seperti kayu atau sejenisnya, lalu diturunkan kembali galian tanah kuburan. Boleh diberi sedikit gundukan, tapi tidak boleh lebih dari satu jengkal, lalu berilah tanda dari batubata pada arah kepala dan kaki, selanjutnya taburkan batu kerikil dan perciki dengan air supaya tanah menjadi lengket dan padat.

  • dikutip dari berbagai sumber

Read More...